Selasa, 07 September 2010

Rahasia cinta yang ada pada kita

“ Aku ragu ada dan tiadaku
namun ‘cinta’ mengatakan
bahwa aku ada “
 
Cute cake


Wuih!!!Begitu dahsyatnya sebuah kata cinta hingga M. Iqbal, seorang penyair muslim, menggambarkannya melalui puisi di atas. Kebayang nggak sih jika cinta itu nggak ada? Pasti, dunia bakal hancur karena semua makhluk mementingkan diri sendiri dan pastinya tidak akan terlahir seorang anak yang berbahagia dalam hidupnya. Karena seperti puisi di atas, cinta membuat kita menjadi ada.
Sebenarnya apa sih yang membuat kita memiliki cinta? Yang pertama nih karena Allah memberi fitrah kepada manusia untuk mencintai keindahan sehingga kita mudah kagum dengan keindahan dan kecantikan yang nampak. Allah memang menciptakan keindahan karena Allah itu indah dan mencintai keindahan.
Yang kedua karena manusia cenderung lemah dan tak berdaya. Oleh karenanya manusia akan mencari seseorang atau sesuatu yang dapat memberikan kekuatan, keperkasaan dan kegagahan. Dan sebagai remaja muslim nggak perlu susah-susah mencarinya karena di dalam Al Quran disebutkan bahwa pemilik semua itu adalah Allah. “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa. “ ( QS. 22 : 40 ). Sungguh Allah adalah yang terkuat dari yang kuat, yang paling perkasa dari yang perkasa, yang tergagah dari yang gagah.
Sebab yang ketiga adalah karena sifat manusia yang cenderung membutuhkan orang lain. Tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga dari rasa membutuhkan itu akan timbul rasa sayang untuk tidak menyakiti karena dia atau mereka adalah orang yang kita butuhkan. Tul, nggak?
Sudah yakin kan kalau cinta adalah anugrah dari Allah, sekarang tinggal kita mempraktekkannya. Orang yang sudah mempraktekkan anugerah cintanya dapat dilihat dari tanda-tanda sebagai berikut. Pernah mengagumi seseorang? Pasti pernah. Nah kekaguman itu termasuk tanda-tanda cinta meski dalam taraf awal. Ketika kita takjub akan kepandaian seseorang, maka kita akan percaya apa yang dikatakan. Ketika kita kagum akan sebuah lukisan, maka kita nggak akan rela kalau lukisan itu rusak. Begitu juga dengan cinta pada Allah. Pada saat kita mampu mengagumi Allah melalui ciptaan-Nya, maka saat itulah cinta kita sudah mulai bermunculan. Dan bila cinta sudah melekat gula jawa terasa coklat… eh… maksudnya kalau kita sudah cinta sama Allah pasti apapun yang Allah firmankan tak akan pernah kita tidakkan. Kita akan rela mengorbankan apapun agar Allah tidak meninggalkan kita. Ya, nggak?
Itu baru tanda pertama, sedangkan tanda lainnya adalah banyak mengingat, merenungkan, melamunkan apa yang kita cintai. Ketika melihat sesuatu yang berhubungan dengan yang kita cintai pasti kita langsung ingat dan menyebut-nyebutnya. Jika melihat kebesaran Allah kita langsung bilang ‘masyaAllah’, ‘subhanallah’, ‘Allahu akbar’ dan kata-kata lain yang menyiratkan ingatan kita pada-Nya.
Bila kedua tanda di atas sudah terpenuhi, boleh kok dibilang kita sudah sedikit mempraktekkan cinta. Tapi agar cinta yang sudah Allah berikan tidak kita salah gunakan untuk mencintai hal-hal yang tidak disukai-Nya, tempatkanlah cinta pada posisi yang benar. Manusia cenderung memiliki dua penempatan akan cinta. Ada orang yang menempatkan cinta berdasarkan nafsu yang lebih mengarah pada keinginan untuk memiliki. Cinta orang seperti ini tentu mudah hilang dan sifatnya fana, karena yang diinginkan biasanya hal-hal yang berupa materi, penampilan fisik seperti kecantikan, ketampanan, de el el. Segala hal dilakukan demi mendapatkan kepuasan nafsu. Walaupun Allah memang memberi manusia kecintaan akan dunia, harta benda dan keluarga, bukan berarti lantas kita bebas membiarkan nafsu kita tanpa mempedulikan kebenaran di hadapan-Nya. Kalau udah gitu apa bedanya kita dengan syetan yang menghalalkan segala cara agar mendapat teman nanti di neraka? Na’udzubillah!
Kemudian ada juga orang yang menempatkan cinta itu berdasarkan syar’i yang mengarah pada aturan Islam, yang mencintai hanya karena yang dicintai akan dapat mengingatkan kita akan kebesaran Allah. Cinta yang nantinya akan jadi penolong di hari yang tidak ada pertolongan selain dari-Nya. Cinta yang benar-benar tidak dilandasi nafsu ingin menguasai dan memiliki karena semuanya dilakukan atas dasar ikhlas karena Allah. Cinta semacam ini bersifat abadi. Yang tak akan lenyap ditinggal zaman.
Oleh karena itu tebarkanlah cinta karena Allah di bumi-Nya, agar hidup menjadi indah. Jangan khawatir cinta kita akan habis karena memang cinta itu diciptakan berlapis-lapis. Laksana kuku yang tak habis walau sering dipotong. Dan juga karena kecintaan pada Allah ternyata bisa menyelamatkan orang yang mencintai-Nya dari azab-Nya. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, Dia tidak akan mengazab kekasih-Nya, tetapi Dia telah mengujinya di dunia.“ [safna al izzah +]


“Cinta itu anugrah maka berbahagialah, sebab kita sengsara bila tak punya cinta.
Cobaan pasti datang menghadang, rintangan pasti datang menghujam.
Namun cinta itu kan membuatmu mengerti akan arti kehidupan. “

Animated Gifs  Animated Gifs  

Rabu, 01 September 2010

Mencoba Berbicara tentang Hidup

semoga catatan singkat ini dapat menjadi sedikit bahan renungan tentang apa yang kita jalani”
Hidup adalah proses. Kalimat itu sudah sering kudengar. Namun, ku tak mengerti terlalu banyak mengenai hidup. Mungkin baru secuil makna hidup yang kudapatkan, atau bahkan aku belum temukan apa makna hidup itu sesungguhnya.

Kupikir, hidup itu bisa saja sebuah proses yang dapat membuatku menjadi lebih baik. Namun, hidup juga dapat membuatku mundur beberapa langkah. Itu tergantung pilihanku, itu tergantung bagaimana aku menjalani hidup ini. Begitu juga dengan orang lain. Mereka memiliki pilihan masing-masing, mereka hidup di jalan mereka masing-masing. Karena aku yakin bahwa “manusia menjadi apa yang mereka inginkan.”

Namun, apakah aku sudah hidup seperti apa yang aku inginkan? Jika aku bertanya pada orang lain, mereka biasanya menjawab bahwa hanya aku yang tahu. Mungkin memang benar, tetapi aku juga tak begitu mengerti. Aku belum mendapatkan jawaban atas pertanyaanku sendiri. Sudahkah aku hidup seperti apa yang aku inginkan? Karena aku belum mengetahui, apa sesungguhnya yang ku inginkan.
Aku masih mencari, apa yang sesungguhnya yang ku inginkan. Aku mencoba untuk merasakan hidup ini. Aku juga berfikir bagimana aku berdiri di bumi ini esok. Aku mencoba mencari seperti apakah aku seharusnya? Bagaimana aku seharusnya? Orang bilang, aku sedang mencari jati diriku. Mungkin memang benar. Sejujurnya, aku masih merasa begitu terombang-ambing dihempas gelombang kehidupan. Aku masih terhembus oleh angin seperti debu-debu yang melayang.

Kembali ku berfikir tentang hidup. Aku sedang menjalani proses itu. Proses hidup. Mencoba mencari jalan yang memang benar, jalan yang memang seharusnya ku lewati, jalan menuju diri yang lebih baik.
Proses demi proses, telah kulewati. Mulai jadi seorang follower hingga menjadi seorang leader pernah kurasakan. Kepedihan, kekecewaan, serta tangisan pernah mampir di dalam proses itu. Terkadang, mereka membuatku terjatuh, tertatih-tatih, dan menerima tamparan yang begitu telak. Hingga memberi bekas yang jelas dan sulit untuk kuhilangkan.

Tetapi, aku juga pernah merasakan bahagianya tertawa gembira. Hingga tetesan air mata kebahagiaan membasahi pipiku. Menghanyutkan kecewa dan kawan-kawannya. Bahagia membuatku cemas, akankah aku masih berbahagia esok? Itu hanya Tuhan yang tahu. Tetapi, aku harus tetap berusaha agar esok, bahagia kembali kunjungi diriku.

Untuk esok yang bahagia, aku harus lakukan apa? Haruskah aku melakukan apa yang kuinginkan tanpa mempertimbangkan apa yang akan dirasakan oleh orang-orang di sekitarku, atau melakukan hal yang tak ku suka, namun membuat orang di sekitarku merasa nyaman. Jika aku egois, maka aku akan memilih pilihan pertama. Namun, jka aku tidak egois, maka aku akan membuat orang lain merasa nyaman berada di sekitarku. Benarkah itu?

Egois mungkin memang sifat pribadi yang telah kumiliki sejak dahulu. Ya, salah satunya mungkin disebabkan karena aku seorang sulung yang baru memiliki seorang adik di kala aku telah 5 tahun lamanya menikmati kasih sayang orang tuaku. Namun, sejak kelahiran adikku, aku mulai belajar untuk berbagi. Berbagi kasih sayang orang tua yang utama. Tapi, hal ini memanglah yang aku inginkan, sehingga aku tak merasa salah dan kecewa. Aku begitu bahagia dengan melihat adikku dan kedua orang tuaku bahagia. Ternyata, keegoisanku tak hanya berujung pada kesalahan. Aku egois untuk tidak memikirkan hal lain, hanya keluargalah yang utama bagiku.

Lalu, apakah makna egois itu sesungguhnya? Bagaimana menurut orang-orang di dunia ini? Faktanya, dalam kehidupan sehari-hari, egois itu sudah dicap sebagai sesuatu yang salah. Tetapi bagiku, aku memiliki pandangan bahwa setiap orang memiliki parameter berbeda dalam menentukan benar-salahnya sesuatu. Ya, bisa saja sesuatu yang aku anggap benar, belum tentu benar untuk orang lain. Jadi, menurutku, kebenaran itu relatif. Tak ada yang 100% benar dan tak ada juga yang 100% salah. Nilai mutlak kebenaran itu hanya dimiliki oleh Tuhan.

Oke, mari kembali ke jalur di mana kita membicarakan proses hidup. Jadi, bagaimanakah kita mendefinisikan proses hidup itu? Apakah kelahiran dan kematian seseorang adalah bagian dari proses hidup? Apakah seorang anak lelaki berumur 6 tahun yang pergi ke sekolah juga proses hidup? Apakah sepasang suami istri yang ber-”kencan” juga merupakan suatu proses hidup? Apakah aku menulis sekarang ini juga merupakan proses hidup? Jika ya, bagaimana dengan seorang yang menghabiskan sisa waktunya di penjara? Bagaimana dengan para koruptor pencuri harta bangsa? Atau seorang gadis yang putus asa karena cinta atau hal lainnya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri? Lalu, lihatlah anak-anak jalanan yang bernyanyi riang untuk mendapatkan sesuap nasi hari ini. Apakah semuanya termasuk pada bagian dari proses hidup? Dan aku akan menjawab “YA”. Bagaimanakah menurut Anda?
Aku percaya bahwa semua hal di atas adalah bagian dari proses hidup kita. Mulai dari kita belajar untuk menangis saat bayi, belajar merangkak, lalu bersekolah, berinteraksi dengan lingkungan, kuliah, beraktivitas di kantor, menikah, memiliki anak cucu, dan diakhiri dengan meninggal dunia. Tapi, hidup tak segampang seperti aku menuliskannya di atas. Dan yang aku tulispun hanyalah segilintir dari sekian banyak pilihan dalam hidup. Itu baru hidup di dunia, bagaimana dengan proses hidup kita nanti di Akhirat?

Aku hanya dapat memahami bahwa hidup itu adalah sebuah pembelajaran yang dihiasi dengan banyaknya pilihan. Kita dituntut untuk memilih di setiap persimpangan dalam hidup kita. Dan lagi-lagi, “manusia akan menjadi seperti apa yang mereka inginkan”. Karena manusia memilih jalan hidupnya masing-masing. Misalnya, ketika lulus dari sekolah menengah atas, kita diberi pilihan untuk melanjutkan ke jenjang kuliah, bekerja, menjadi seorang pengangguran, hidup luntang lantung ga jelas, menjadi seorang preman pasar, jual narkoba, atau nikah muda, serta banyaknya pilihan lain yang tak akan aku tulis satu per satu. Ini baru satu persimpangan “lulus sekolah menengah atas”. Belum lagi banyaknya pilihan lain yang telah kita lalui dan yang sedang menanti kita esok.

Ada yang bilang, “Gue ga punya pilihan lagi, gue terpaksa ngikutin maunya nyokap ama bokap buat nikah ama anaknya pak gubernur, padahal gue kepingin untuk kuliah dulu di ITB.” Sesungguhnya, itulah pilihan mereka. Aku berpikir bahwa mereka telah memilh untuk mengikuti keinginan orang tua mereka. Itulah pilihannya. Aku rasa, mereka telah salah mengatakan bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain. Bisa saja mereka memilih untuk kabur dari rumah dan hidup sesuai keinginannya, menikah dengan anak bapak gubernur dan menjalani perkuliahan dengan status KTP sudah nikah, menjanjikan pada orang tua untuk menikah setelah kuliah, atau berbicara secara baik-baik kepada kedua orang tuanya, dan berbagai pilihan lainnya. Dan sepatutnya kita bersyukur karena telah melewati persimpangan demi persimpangan yang mungkin saja tidak pernah dirasakan oleh orang lain. Kita harus bersyukur pada Tuhan karena kita telah diberi kesempatan untuk memilih jalan hidup kita sendiri. Masih banyak orang di luar sana yang tidak sempat dan tidak memiliki kesempatan untuk berkunjung di persimpangan “lulus sekolah menengah atas”. Ini dikarenakan orang-orang itu telah memilih jalan lain pada persimpangan-persimpangan sebelumnya. Dan kenyataannya, terkadang kita tidak sadar bahwa setiap pilihan itu memang kehendak kita,bukan kehendak orang lain.

Aku juga sedang berada dalam proses pembelajaran dalam memilih dan menentukan jalan hidupku. Tentunya, aku harus bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk melakukan hal ini. Jadi, ada tiga kata penting yang perlu aku garisbawahi mengenai proses hidup, yaitu pembelajaran, pilihan, dan kesempatan. Kini, aku dapat sedikit mulai mendefinisikan arti dari proses hidup. Menurutku, “proses hidup adalah suatu pembelajaran mengambil kesempatan dalam menentukan pilihan untuk jalan hidup kita masing-masing.”

Tetapi, itu bukanlah definisi akhir bagiku. Karena masih banyak hal lain yang harus ku pelajari agar aku dapat menentukan apa yang aku inginkan, agar aku dapat menjawab berbagai pertanyaan tentang hidup. Bukan tidak mungkin definisi “proses hidup” itu akan berubah nantinya sesuai dengan ilmu yang 
aku dapatkan.

Aku juga menyadari bahwa kita hidup di dunia ini harus memiliki tujuan. Sudah jelas bahwa kita tak akan terus menerus melewati setiap persimpangan demi persimpangan. Tentu akan ada suatu akhir dari perjalanan kita ini. Akan ada suatu tempat yang kita tuju. Tempat itulah tujuan kita. It’s our destination. Jika kita menilik pada perjalanan proses hidup kita di bumi, maka akhir dari perjalanan itu adalah kematian. Namun, apakah tujuan kita hidup adalah untuk mati?

Jika pilihan tujuan hidup seseorang adalah untuk mati, maka biarkanlah dia memilih. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan bagi kita untuk mengajak seseorang tersebut untuk mengganti pilihannya. Karena pengaruh lingkungan di sekitar seseorang sangatlah besar dalam menentukan pilihan hidup seseorang itu. Contoh, seorang anak yang hidup di jalanan akan terpengaruh oleh orang-orang di sekitarnya. Anak itu akan memilih menjadi seorang pengamen (misal) untuk melanjutkan hidupnya. Karena lingkungan yang keras, anak itu akan tumbuh menjadi seseorang yang “bermental”. Namun,
anak itu tetap saja memiliki pilihan lain, seperti keluar dari lingkungannya. Tapi, anak itu mungkin lebih memilih menjadi pengamen karena tidak mengetahui cara untuk keluar dari lingkungannya.

Hidup, proses, tujuan, pilihan, pembelajaran, kesempatan, dan ada satu hal lagi yang paling penting dalam mengaitkan kata-kata tersebut. Dan satu hal terpenting itu adalah “Takdir Tuhan”. Takdir yang telah diberikan oleh Tuhan pada kita semenjak kita memulai hidup kita di dunia ini. Takdir yang membawa kita hingga kematian menjemput kita nantinya. Namun, aku mulai kembali berfikir. Kita hidup memiliki tujuan, kesempatan untuk memilih, dan kita sedang melalui tahap pembelajaran dalam proses hidup kita. Lalu, dimanakah posisi takdir itu? Apakah takdir itulah yang memang membawa kita menuju tempat di mana kita berdiri kini? Jika ya, apakah gunanya kita belajar untuk memilih dan meggunakan kesempatan itu dengan baik, karena telah ada takdir yang akan membuat kita memilih jalan hidup ini.
Lalu, untuk apa kita hidup sesungguhnya? Apakah hanya untuk menjalani takdir yang diberikan Tuhan pada kita? Apakah menjadi “mainan” Tuhan? Sebenarnya, apa maksud takdir itu ada? Jujur, aku masih jauh dari mengerti tentang takdir. Kebanyakan orang berkata, “Bagaimanapun kerasnya kita berusaha, hasil akhir adalah milik Tuhan. Tuhanlah yang akan menentukan hasil dari kerja kita, hasil dari usaha kita. Dan itulah takdir.” Kalimat ini sungguh membuatku berfikir keras, aku bingung, pusing, dan sakit karena memikirkan hal ini. Aku tak tahu, aku tak mengerti dengan semua ini.

Maka, timbullah satu pertanyaan mendasar dari diriku,“Apa manfaatnya kita hidup dan apa tujuan kita dihidupkan jika Tuhan telah mengatur semuanya dengan takdir?” Aku sangat berharap agar aku mampu menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan yang telah menjadi bagian yang sangat penting dalam rentetan pertanyaan-pertanyaanku sebelumnya.

Aku ingin memaknai hidup ini dengan benar. Aku yakin, setiap hal yang diberikan Tuhan padaku adalah yang terbaik. Dan aku harus benar-benar percaya pada Tuhan. Aku meyakini bahwa setiap sesuatu diciptakan selalu ada manfaat dan tujuannya. Tapi, apakah tujuan dan manfaatnya itu? Suatu saat nanti, aku harus bisa menemukan tujuan dan manfaat dari hidup ini. Karena Tuhan tak akan menciptakan sesuatu yang sia-sia.

Semakin lama aku berfikir, semakin aku bingung. Karena belum mendapatkan jawaban atas pertanyaanku. Haruskah aku berlarut dalam pertanyaan ini? Aku rasa, aku memang akan terlarut dalam pertanyaan ini. Karena aku harus mampu menjawabnya.

Aku pernah membaca suatu atikel, disitu tertulis, “tempat ini menjadi tempat bertanya dan harus ada jawabnya”. Jadi, jika aku bertanya di tempat ini, maka harus ada jawabannya. Maka, berusahalah memecahkan setiap misteri pertanyaan. Dan, kita juga harus percaya bahwa Tuhan tidak pernah memberikan masalah yang tak mampu diselesaikan oleh umatnya. Oleh sebab itu, aku harus yakin bahwa setiap pertanyaanku akan dapat terjawab suatu saat nanti.

Pernah terlintas di benakku, “tak ada yang sulit dalam hidup ini, semuanya gampang, hanya tergantung pada apa yang kita miliki”. Misal, kita ingin makan, maka akan terasa mudah jika kita memiliki uang untuk membeli makanan. Dan akan lebih mudah lagi jika kita memang telah memiliki makanan itu. Ya, itu hanya pemikiranku. Anda boleh menampiknya, tak ada larangan. Karena, kita hidup di negara demokratis.

Untuk saat ini, aku rasa hanya itu yang sanggup aku curahkan untuk memikirkan definisi proses hidup. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu, maka akan banyak pemikiran-pemikiran lain yang kuharap lebih baik, untuk menyempurnakan definisi proses hidup. Lalu, apa yang akan Anda lakukan jika telah menemukan makna dari proses hidup atau makna hidup itu sendiri? Tentunya, Anda tidaklah harus hanya tertawa riang gembira setelah menemukan apa yang Anda cari. Karena, menemukan sesuatu adalah langkah awal untuk mencari sesuatu yang baru. Misal, jika pertanyaan pertama terjawab, maka akan ada pertanyaan kedua yang akan segera muncul dan selalulah berharap untuk mampu menjawabnya.

Aku tekankan, hidup penuh dengan pilihan, dan setiap pilihan ada konsekuensinya. Jika memilih untuk menang, maka konsekuensinya, kita harus memiliki apa yang kita butuhkan untuk menang, agar kemenangan itu mudah kita dapatkan. Jika tidak, maka pilihlah untuk menjadi seseorang yang kalah.
Setiap pilihan akan mempengaruhi jalan hidup mana yang akan kita tempuh. Adakalanya, kita tak memiliki jalan untuk kembali ke pilihan yang telah kita lewati. Jadi, berhati-hatilah dalam memilih, karena tak jarang kesempatan untuk memilih hanya ada sekali.

Dari pemikiranku, dapat aku nyatakan bahwa, “proses hidup adalah suatu pembelajaran mengambil kesempatan dalam menentukan pilihan untuk jalan hidup kita masing-masing, agar kita dapat mencapai tujuan yang kita dambakan, namun ingatlah bahwa takdir Tuhan juga bermain di dalam hidup yang kita jalani.” Definisi ini bukanlah definisi akhir dari proses hidup. Karena aku masih bernafas dan masih menjalani hidupku. Tentunya, aku yakin akan mendapatkan sesuatu untuk definisi proses hidup itu dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku.

PERCAYALAH PADA HATI

senyuman…
kadang tak berarti
kadang hanya kebohongan
kadang hanyalah tipuan
tangisan…
penuh dengan rasa
sulit terungkap
namun, tak selalu sebuah fakta
senyuman dan tangisan
silih berganti temani dirimu
aku juga…
saat kau menangis, aku tersenyum
saat kau tersenyum, aku tertawa
saat kau tertawa, aku bahagia
saat kau bahagia, aku menangis
jangan kau artikan tangisan adalah kesedihan
jangan kau maknai senyuman adalah bahagia
kadang semua hanyalah sebuah kepalsuan
ingatlah…
mata tak selalu melihat dengan benar
telinga kadang mendengar kebohongan belaka
hidung hanya mencium bau parfum itu, bukan wanginya tubuhmu
mulut juga tak selamanya sepakat dengan lidah untuk berkata iya
tangan pun pernah menyentuh yang tak nyata
hey kau!
jangan percaya pada ekspresi
jangan pernah lihat rawut wajah itu
percayalah pada hatimu
biarkan ia berucap bebas
lepaskanlah jiwamu
biarkan ia memeluk jiwaku
semua itu
tidaklah susah
cukup kau tatap mataku dan bicaralah pada hatiku
agar jiwaku mendengar lantunan nadamu dalam damainya